Konflik Pulau Rempang Belum Selesai, Apa Saja 10 Tuntutan Warga Pulau Rempang Yang Menolak Relokasi

Dalam konflik Pulau Rempang, warga berjuang keras untuk melindungi tanah leluhur dan hak budaya mereka. Lihat 10 tuntutan yang mereka tuntut dengan gigih.

Konflik Pulau Rempang Belum Selesai, Apa Saja 10 Tuntutan Warga Pulau Rempang Yang Menolak Relokasi
Konflik Pulau Rempang Belum Selesai, Apa Saja 10 Tuntutan Warga Rempang Yang Menolak Relokasi. Gambar: X/@MariaAlcaff

BaperaNews - Konflik Pulau Rempang terkait relokasi warga Pulau Rempang terus memanas. Warga setempat menolak keras rencana pemerintah Indonesia yang mengklaim mereka "setuju" untuk "digeser" sepanjang tidak dipindahkan ke luar pulau tersebut. Saat Kepala Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) Muhammad Rudi mendatangi Pulau Rempang, warga dengan tegas menyampaikan 10 tuntutan mereka.

Pulau Rempang, yang terletak di Kota Batam, menjadi pusat perdebatan akibat rencana pembangunan pabrik kaca dari perusahaan Cina, Xin Yi Glass. Warga Pulau Rempang, khususnya di Kampung Pasir Panjang, akan menjadi salah satu yang terdampak oleh relokasi ini. Namun, sejumlah warga menolak relokasi mereka dengan alasan yang kuat.

Berikut adalah 10 tuntutan yang disampaikan oleh warga Pulau Rempang yang menolak relokasi:

  1. Mendukung Pembangunan Berkelanjutan: Warga Pulau Rempang mendukung program pembangunan pemerintah dan investasi swasta yang berkelanjutan untuk memajukan Indonesia, terutama wilayah mereka.

  2. Panggilan untuk Pengkajian Ulang: Mereka mendesak Pemerintah, Komnas HAM, dan DPR RI untuk mengkaji kembali rencana proyek investasi, terutama dalam aspek hak asasi manusia, sosial, dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

  3. Penolakan Pergeseran/Pindah: Warga Pulau Rempang menolak dengan tegas pergeseran, perpindahan, atau relokasi dari tanah mereka, tanpa syarat apapun.

  4. Kepastian Hukum: Mereka mendesak Presiden Jokowi dan pihak berwenang untuk segera menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan bagi warga setempat, melindungi hak-hak mereka sebagai Warga Negara Indonesia.

  5. Perlindungan Jejak Sejarah: Warga meminta pengakuan dan perlindungan terhadap Jejak Sejarah Cagar Budaya Nusantara untuk 16 kampung tua Melayu di Pulau Rempang Galang.

  6. Pendataan dan Pendekatan Independen: Warga meminta pemerintah untuk melakukan pendataan di lapangan dan mendatangkan tim independen untuk menilai situasi.

  7. Ganti Untung Tanah-tanah Garapan: Mereka menekankan pentingnya perhitungan dan pembayaran yang adil terhadap tanah garapan, kebun, ternak, tambak, dan usaha-usaha masyarakat yang terdampak pembangunan pemerintah.

  8. Keadilan Ekonomi Kerakyatan: Warga meminta pemerintah memberikan kesempatan bagi masyarakat setempat, pendatang, UMKM, dan investor lokal untuk berwirausaha, menciptakan kemandirian, lapangan kerja, dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  9. Pembebasan Tahanan: Warga menuntut pembebasan saudara-saudara mereka yang masih ditahan.

  10. Menolak Iming-Iming: Warga dengan tegas menolak iming-iming dalam bentuk apapun yang ditawarkan oleh tim terpadu BP Batam.

Baca Juga: Demo Gegara Aparat Pasang Tanda Batas, Masyarakat Pulau Rempang Dihujani Gas Air Mata

Warga Pulau Rempang menegaskan bahwa surat pernyataan sikap tersebut mencerminkan suara masyarakat yang menolak relokasi. Mereka mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), yang menekankan perlunya pemerintah mendengarkan aspirasi warga terdampak.

Konflik Pulau Rempang telah menimbulkan kekhawatiran akan konflik horizontal dan potensi pelanggaran hak asasi manusia. Ombudsman RI juga telah mendeteksi potensi maladministrasi oleh BP Batam dan Pemerintah Kota Batam terkait rencana relokasi ini.

Dengan terus memanasnya konflik ini, masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan Pembangunan Strategis Nasional (PSN) seperti ini, mengingat pola berulang atas pelanggaran hak-hak masyarakat demi terlaksananya proyek-proyek tersebut.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil telah meminta Komnas HAM untuk mengkaji kemungkinan untuk dapat menetapkan kebijakan PSN ini sebagai pelanggaran HAM berat. Data menunjukkan bahwa konflik agraria terkait PSN semakin meningkat dan pemenuhan hak-hak masyarakat terdampak harus menjadi prioritas utama.

Konflik antara pemerintah dan warga Pulau Rempang terkait relokasi dan pembangunan proyek investasi terus berlanjut, dengan warga yang bersikeras untuk mempertahankan tanah leluhur mereka dan hak-hak budaya mereka. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang hati-hati dan memperhitungkan aspirasi masyarakat terdampak dalam proses relokasi dan pembangunan proyek investasi.

Baca Juga: Jokowi: Lokasi Depo Pertamina Plumpang Bisa Dipindah ke Pulau Reklamasi atau Relokasi Warga