Gawat! 33 Ruas Tol Ini Tak Bersertifikat
BPK mengungkap masalah terkait sertifikat tanah pada pembangunan jalan tol di Indonesia yang menunjukkan bahwa 22 ruas jalan tol dengan total luas tanah 87,90 juta meter persegi belum memiliki sertifikat.
BaperaNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) temukan masalah dalam pembangunan dan pengelolaan jalan tol termasuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dimana salah satu permasalahannya pada sertifikat tanah.
Ketua BPK, Isma Yatun mengungkap dari hasil pemeriksaan BPK yang dimuat di Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2022, sebanyak 22 ruas tol Indonesia ternyata belum bersertifikat, total luas tanahnya 87,90 juta meter persegi.
“Hasil pemeriksaan atas penguatan infrastruktur menunjukkan masalah antara lain aset konsesi ruas tol Indonesia yang masih belum memadai yakni tanah seluas 87,90 juta meter persegi di 33 ruas tol tak bersertifikat” kata Isma ketika rapat paripurna DPR di Jakarta hari Selasa (20/6).
Isma Yatun menjabarkan bahwa terdapat tanah di 13 ruas jalan tol 23,41 juta meter persegi yang telah dibebaskan di PT Jasa Marga ketika menjadi regulator atau ketika belum beralih ke pemerintah dan tanah di 20 ruas jalan tol seluas 64,49 meter persegi yang dibebaskan ketika pemerintah telah jadi regulator.
Artinya, 89,90 juta meter persegi di 33 ruas jalan tol beresiko dan berpotensi menimbulkan konflik kepemilikan pada kemudian hari.
Baca Juga : Tol Cijago Bakal Beroperasi Juli 2023, Jakarta-Bogor Hanya 45 Menit
“Atas masalah ruas tol Indonesia ini, BPK memberi rekomendasi pada pemerintah agar lakukan pendataan, inventaris ulang, dan menyelesaikan proses sertifikasi tanah di ruas tol tak bersertifikat tersebut” lanjutnya.
Tentang pengadaan tanah atau pembebasan tanah di jalan tol, ada proses pengadaan jalan tol belum optimal di 8 ruas jalan tol seperti terhambat pada pendanaan dan masalah ketersediaan anggaran. Kemudian pengadaan tanah dari fasilitas umum atau sosial maupun tanah wakaf juga terkendala izin, tanah pengganti, dan pengalihan barang milik negara.
BPK menganggap pengadaan tanah tidak sesuai dengan kebijakan Pemda dan terhambat karena penetapan lokasi yang belum terbit. Masalah tersebut membuat pembangunan jalan tol beresiko terlambat serta keamanan dan kelancarannya terganggu karena statusnya belum clean.
“Akan timbulkan resiko sengketa di kemudian hari, meningkatnya nilai investasi Badan Usaha Jalan Tol akibat naiknya bunga pinjaman untuk pembebasan lahan sehingga perlu perubahan ruang lingkup atau kenaikan tarif tol” pungkas Isma.
Baca Juga : Warga Tolak Perlintasan Kereta Citayam Ditutup