Fahd A Rafiq: Lebaran Secara Tidak Langsung Runtuhkan Keangkuhan Anak Adam
Ketua Umum DPP Bapera, Fahd El Fouz A Rafiq menyampaikan bahwa Hari Raya Idul Fitri atau lebaran secara tidak langsung meruntuhkan keangkuhan hati anak Adam.
Ahmad Sofyan (Kontributor) - Lebaran merupakan sebuah perayaan inklusif manusia Nusantara yang dihubungi dengan peristiwa kultural super besar.
Perlu diketahui, sebuah kata yang sulit terucap ialah “Minta Maaf” karena dinilai sebagai menjatuhkan harga diri. Oleh karena itu, lebaran menjadi saran sekaligus momentum untuk meminta maaf tanpa harus merasa menjatuhkan harga diri. Inklusivitas lebaran mampu meruntuhkan keangkuhan hati anak Adam.
Lebaran adalah perayaan kultural manusia Nusantara untuk merayakan Idul Fitri sebagai ibadah, Eid Mubarak tampak serupa, namun jika dilihat lebih seksama terdapat sedikit perbedaan.
Hari Raya Idul Fitri merupakan sebuah perayaan besar yang dilaksanakan setelah sebulan berpuasa Ramadhan, hasil kembalinya fitrah manusia dengan proses detoksifikasi terhadap kondisi mentalitas manusia yang diwujudkan dalam pelaksanaan Sholat Idul Fitri dan Zakat Fitrah.
“Lebaran itu rangkaian suka cita manusia Nusantara yang diselimuti nilai-nilai religiusitas Islam. Lebaran itu identik dengan kebaruan khususnya baju baru dan itu identik. Karena pasca Idul Fitri diharapkan membuka lembaran baru dengan ibadah yang lebih baik, disamping itu semua yang terlibat dalam perayaan ini apakah sebelumnya puasa atau tidak,” tutur Fahd A Rafiq.
Fahd A Rafiq secara history memaparkan lebaran momen tidak terpisahkan dari tradisi keagamaan masyarakat Nusantara sejak zaman Hindu-Budha dan merupakan festival yang telah ada sejak Mataram Kuno dan ketika Islam masuk ke bumi Nusantara tradisi ini dengan segala kebaikannya tetap dilanjutkan dari generasi ke generasi.
“Momen Idul Fitri juga diikuti tradisi mudik (kaum urban perkotaan lakukan proses pulang ke kampung halaman). Mudik itu gerak masif jutaan manusia menuju kampung halaman merupakan bentuk terapan ajaran Islam ke dalam budaya Nusantara,” kata Fahd A Rafiq.
Mudik tidak dapat digantikan dengan kecanggihan teknologi metaverse sekalipun. Bertemu orang tua, keluarga, dan teman sekampung halaman ialah kesadaran kolektif yang berkarakter intuitif.
Bawa kembali ke kampung udik juga memiliki makna historis mengenang sebuah cita cita untuk mengarungi kesuksesan di kota besar, dan itu angan angan tertinggi dari para perantau.
“Di sesi sebelumnya saya membahas Lebaran terdapat ketupat yang melambangkan kelapangan hati untuk meminta maaf dan memaafkan sesama manusia. Lebaran punya energi gerak pasif untuk bersilaturahmi dengan sesama manusia lainnya. Dan inilah ciri khas kaum muslim di Nusantara yang tidak ada di negara lain, ujarnya mengingatkan,” pungkas Fahd A Rafiq.
Nilai nilai Kemanusiaan
Lebaran menarik setiap orang untuk masuk ke perayaan suka citanya siapapun itu tanpa memandang agama, suku, ras, etnis dan golongan. Idul Fitri sebagai sebuah peristiwa ibadah, diselubungi peristiwa kultural berbentuk perayaan lebaran.
Lebaran jadi festival suka cita yang membawa nilai nilai keadaban dan keadilan manusia (sila ke -2 Pancasila), setiap jiwa yang terlibat di dalam perayaan suka cita ini dan berbagi kebahagiaan kepada sesama manusia lainnya.
“Hal yang sudah saya sebutkan diatas merupakan bentuk balutan nilai nilai kemanusiaan dalam tradisi lebaran,” imbuh Fahd A Rafiq.
Fahd A Rafiq menegaskan, “Konsep pulang kampung itu bentuk dari sebuah relasi humanis manusia Nusantara. Ia sebagai subjek yang dulu tak bermakna, dengan lebaran mengingatkan dirinya bahwa keberhasilan masa kini ialah juga berkat dari doa dan dukungan orang orang sekampungnya.”
Tradisi saling memaafkan, mengakui sebuah kesalahan, merupakan ekspresi budaya lebaran masyarakat Nusantara yang membuktikan keberanian sendiri. Mau Mengakui sebuah kesalahan yang pernah dilakukan membutuhkan sebuah tekad tersendiri untuk meruntuhkan dinding dinding keangkuhan.
“Acapkali meminta maaf menjadi begitu sulit terucap karena tampak bagai menjatuhkan harga dirinya. Maka, lebaran ini menjadi sarana sekaligus momentum memohon maaf tanpa harus merasa jatuh harga diri. Inklusivitas lebaran mampu meruntuhkan keangkuhan hati anak Adam,” tutur Fahd A Rafiq.
Lebaran dengan kekhasan yang dimilikinya telah mengajarkan sebuah kesadaran pertemuan Agama dan budaya telah mampu menciptakan sebuah nilai keadaban manusia. Perintah dalam sebuah ajaran agama dilaksanakan manusia yang berbudaya. Manusia dengan eksistensi budayanya mencoba menafsirkan kehendak tuhan terhadap dirinya.
Penulis : Ahmad Sofyan (Bapera Pusat).