Apakah Kotoran Telinga Najis dalam Islam?

Apakah kotoran telinga termasuk najis atau tetap suci dalam hukum Islam? Simak penjelasannya berikut ini. 

Apakah Kotoran Telinga Najis dalam Islam?
Apakah Kotoran Telinga Najis dalam Islam? Gambar: Ilustrasi Canva

BaperaNews -  Beberapa bagian tubuh menghasilkan sekresi alami, seperti keringat, air liur, dan ingus. 

Begitu pula dengan kotoran telinga, yang berfungsi melindungi saluran telinga dari debu dan kotoran. 

Namun, apakah kotoran telinga termasuk najis atau tetap suci dalam hukum Islam? Simak penjelasannya berikut ini. 

Baca Juga: Benarkah Keluar Rumah Sebelum Mandi Junub Bisa Menimbulkan Dosa?

Apakah Kotoran Telinga Najis?

Dalam fiqih, sesuatu yang dihukumi najis adalah yang keluar dari dua jalan, yaitu kubul dan dubur. 

Di luar itu, segala cairan atau kotoran yang keluar dari tubuh, termasuk kotoran telinga, dihukumi suci.

Hal ini ditegaskan dalam Hasyiatul Baijuri, yang menyebutkan bahwa segala benda cair yang keluar dari dua jalan utama adalah najis. 

Namun, jika keluar dari lubang tubuh lain seperti hidung, mulut, atau telinga, maka tetap dihukumi suci, kecuali muntahan yang berasal dari perut:

وكل مائع خرج من السبيلين نجس قوله ( خرج من السبيلين) أي من أحد السبيلين القبل والدبر. –إلى أن قال- وخرج بقوله من السبيلين الخارج من بقية المنافذ فهو طاهر الّا القيء الخارج من الفم بعد وصوله الى المعدة وإن لم يتغيّر

Artinya: Segala benda cair yang keluar dari dua jalan adalah najis. Maksud dari cairan yang keluar dari dua jalan adalah keluar dari salah satu dua jalan, yaitu qubul dan dubur. Dikecualikan dengan perkataan ‘dari dua jalan’ yaitu perkara yang keluar dari lubang-lubang tubuh yang lain (telinga, hidung, mulut), maka dihukumi suci, kecuali muntahan yang keluar dari mulut setelah awalnya muntahan tersebut telah sampai pada perut, meskipun warna muntahan tidak berubah.

Dari penjelasan ini, jelas bahwa kotoran telinga tidak dihukumi najis.

Namun, meskipun suci, kotoran telinga tetap dianggap mustaqdzar (menjijikkan), sehingga sebaiknya tetap dibersihkan agar tubuh tetap bersih dan nyaman.

Baca Juga: Apakah Berkata Kasar Membatalkan Wudu? Hati-Hati Salah Paham!

Apakah Kotoran Telinga Mempengaruhi Ibadah?

Meskipun kotoran telinga tidak dihukumi najis, kebersihan tetap menjadi bagian penting dalam Islam, terutama dalam menjalankan ibadah seperti salat. 

Menjaga kebersihan tubuh bukan hanya soal status hukum suatu benda, tetapi juga berkaitan dengan kesehatan dan adab dalam beribadah.

Salah satu hikmah membasuh telinga saat wudu adalah untuk menghilangkan kotoran yang menumpuk agar tidak mengganggu pendengaran atau menyebabkan infeksi. 

Dalam Ta’liqus Sunanis Shagir lil Baihaqi, disebutkan bahwa membersihkan telinga dapat mencegah gangguan pendengaran dan infeksi:

وغسل الأذنين لإزالة المادة الشمعية وما يتراكم عليها من غبار قد يؤدّي إلى ضعف السمع أو التهاب الأذن الذي إذا انتشر إلى الأذن الداخلية التي بها مركز توازن وضع الجسم اضطرب توازن الجسم

Artinya: Membasuh kedua telinga (pada saat wudu) bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan zat-zat yang terhimpun di dalamnya berupa debu, yang terkadang dapat mengakibatkan lemahnya pendengaran atau infeksi telinga. Jika infeksi ini menyebar ke telinga bagian dalam, yang merupakan pusat keseimbangan tubuh, maka keseimbangan tubuh akan terganggu.

Baca Juga: Apakah Ngupil Membatalkan Wudu? Ini Penjelasannya

Selain itu, ada kondisi tertentu di mana kotoran telinga bisa dihukumi najis, yaitu jika bercampur dengan nanah atau darah. 

Jika kotoran telinga yang keluar berupa nanah, maka statusnya najis secara mutlak. Sedangkan jika bercampur dengan darah, hukumnya tergantung jumlahnya. 

Jika sedikit, darah tersebut dianggap najis yang di-ma’fu (dimaafkan), tetapi jika banyak, maka hukumnya najis dan wajib dibersihkan sebelum shalat.

Dalam Tarsyihul Mustafidin, dijelaskan bahwa sedikit darah masih bisa dimaafkan, tetapi jika jumlahnya banyak, maka harus dibersihkan sebelum beribadah:

ويعفى عن دم نحو برغوث -الى أن قال- وعن قليل نحو دم غيره اى غير مغلظ بخلاف كثيره ومنه كما قال الأذرعى دم انفصل من بدنه ثم أصابه وعن قليل نحو دم حيض ورعاف كما فى المجموع ويقاس بهما دم سائر المنافد الا الخارج من معدن النجاسة كمحل الغائط, والمرجع فى القلة والكثرة العرف وما شك فى كثرته له حكم القليل. اهـ

Artinya: Dan dihukumi najis yang di-ma’fu yaitu darah nyamuk, dan darah lain ketika sedikit dan bukan najis yang mughallazhah. Berbeda ketika darah tersebut banyak. Sebagian dari najis yang di-ma’fu ketika sedikit yaitu darah yang terpisah dari tubuh lalu mengenai bagian tubuh. Dan di-ma’fu pula sedikitnya darah haid, darah mimisan seperti yang dijelaskan dalam Kitab Al-Majmu’.
Disamakan dengan darah haid dan mimisan yaitu darah yang keluar dari lubang-lubang tubuh yang lain  kecuali darah yang keluar dari (kotoran) perut yang najis, seperti pada tempat buang air besar. Hal yang dijadikan pijakan dalam menentukan sedikit banyaknya darah adalah pandangan umum manusia (‘urf), sedangkan sesuatu yang masih diragukan apakah suatu darah dianggap banyak, maka darah tersebut dihukumi sedikit,” (Lihat Sayyid Alwi bin Ahmad As-Segaf, Tarsyihul Mustafidin, halaman 43).

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kotoran telinga tidak termasuk najis dalam Islam. 

Hukum fiqih secara jelas menyatakan bahwa segala sesuatu yang keluar dari tubuh selain dari qubul dan dubur, seperti ingus, keringat, air liur, dan termasuk kotoran telinga, dihukumi suci. 

Oleh karena itu, keberadaan kotoran telinga tidak mempengaruhi kesucian seseorang dalam beribadah, termasuk saat shalat atau wudu.

Namun, meskipun suci, kotoran telinga tetap perlu dibersihkan sebagai bagian dari kebersihan diri yang dianjurkan dalam Islam.

Referensi:

  • NU Online. Apakah Kotoran Telinga termasuk Najis? Tautan: https://nu.or.id/syariah/apakah-kotoran-telinga-termasuk-najis-w4r2v
  • NU Online. Mengenal Barang-barang Najis Menurut Fiqih. Tautan: https://nu.or.id/syariah/mengenal-barang-barang-najis-menurut-fiqih-RbH6k