Kenapa Yogyakarta Satu-satunya Wilayah yang Tak Gelar Pilkada 2024?

Yogyakarta menjadi satu-satunya wilayah tanpa Pilgub 2024. Hal ini karena keistimewaan DIY yang mengatur penetapan gubernur dan wakil gubernur secara khusus.

Kenapa Yogyakarta Satu-satunya Wilayah yang Tak Gelar Pilkada 2024?
Kenapa Yogyakarta Satu-satunya Wilayah yang Tak Gelar Pilkada 2024? Gambar : Ilustrasi Canva

BaperaNews - Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang tidak menyelenggarakan pemilihan gubernur (Pilgub) pada Pilkada Serentak 2024.

Sementara 37 provinsi lainnya, bersama 415 kabupaten dan 93 kota, menggelar pemungutan suara pada Rabu (27/11), Yogyakarta tetap mempertahankan mekanisme penetapan kepala daerah yang unik.

Tidak diselenggarakannya Pilgub di DIY merupakan konsekuensi dari status keistimewaannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

UU ini menetapkan bahwa gubernur DIY harus bertakhta sebagai Sultan Hamengkubuwono, dan wakil gubernur adalah Adipati Paku Alam.

Dengan demikian, gubernur dan wakil gubernur di Yogyakarta tidak dipilih melalui Pilkada seperti di daerah lain.

Pasal 18 huruf c UU tersebut juga menyebutkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur DIY tidak boleh berasal dari anggota partai politik tertentu.

Selain itu, masa jabatan keduanya adalah lima tahun tanpa batasan periodisasi, berbeda dengan kepala daerah lain yang maksimal menjabat dua periode.

“Sultan Hamengkubuwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur tidak terikat ketentuan dua kali periodisasi masa jabatan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah,” bunyi Pasal 25 ayat 2.

Proses penetapan gubernur dan wakil gubernur di DIY diawali dengan pemberitahuan dari DPRD DIY kepada Sultan, Adipati, dan pihak terkait lainnya mengenai berakhirnya masa jabatan.

Baca Juga : Perbedaan Quick Count dan Real Count di Pilkada 2024

Setelah itu, Sultan Hamengkubuwono diajukan sebagai calon gubernur, sementara Adipati Paku Alam diajukan sebagai calon wakil gubernur. Pengajuan ini harus dilakukan dengan melampirkan dokumen persyaratan yang akan diverifikasi oleh Panitia Khusus (Pansus) DPRD DIY.

Jika dokumen dinyatakan lengkap, DPRD DIY menggelar rapat paripurna untuk menetapkan Sultan dan Adipati sebagai gubernur dan wakil gubernur.

Sebelum penetapan, calon gubernur memaparkan visi, misi, dan program kerja dalam rapat tersebut. Keputusan DPRD DIY ini kemudian diusulkan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk disahkan.

Presiden memiliki waktu lima hari untuk mengesahkan penetapan tersebut. Setelah pengesahan, gubernur dan wakil gubernur dilantik sesuai ketentuan undang-undang. Proses ini mencerminkan perpaduan tradisi monarki dengan sistem formal pemerintahan.

Keistimewaan DIY tidak hanya terkait dengan mekanisme penetapan kepala daerah, tetapi juga sebagai penghormatan terhadap peran Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dalam sejarah Indonesia.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 1945, Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII menyatakan kesetiaan kepada Republik Indonesia melalui Amanat 5 September 1945. Sebagai syarat, Yogyakarta diakui sebagai daerah istimewa dengan otonomi khusus.

Kebijakan ini bertujuan menjaga kesinambungan tradisi dan nilai-nilai budaya DIY yang unik, sekaligus mempertahankan identitas khasnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Meski Yogyakarta tak gelar Pilkada untuk pemilihan gubernur, provinsi ini tetap mengikuti Pilkada 2024 untuk lima kabupaten/kota di wilayahnya.

KPU DIY menerima pendaftaran 14 pasangan calon yang berlaga dalam pemilihan wali kota-wakil wali kota dan bupati-wakil bupati. Pemungutan suara untuk Pilkada kabupaten/kota ini dilakukan sesuai jadwal nasional.

Baca Juga : Link Real Count KPU Pilkada Serentak 2024