Jabodetabek Diguyur Hujan, Hasil Modifikasi Cuaca BMKG Atasi Polusi Belum Maksimal

Meskipun Jakarta mengalami hujan hasil dari Teknologi Modifikasi Cuaca, kualitas udara masih mengkhawatirkan dengan angka AQI yang tinggi.

Jabodetabek Diguyur Hujan, Hasil Modifikasi Cuaca BMKG Atasi Polusi Belum Maksimal
Jabodetabek diguyur hujan hasil dari modifikasi cuaca BMKG untuk atasi polusi udara. Liputan6.com/Faizal Fanani

BaperaNews - Sebagian besar Jakarta memperlihatkan kualitas udara yang kurang baik, Senin (28/8). Meski Jakarta hujan pada Minggu malam hasil dari teknologi modifikasi cuaca, polusi udara Jakarta tetap menjadi perhatian serius di wilayah Jabodetabek.

Berdasarkan data dari platform pemantauan kualitas udara Nafas pada pukul 07.57 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di sebagian besar wilayah Jakarta menunjukkan angka yang mengkhawatirkan meski Jakarta hujan Minggu malam.

Status udara di kota ini dicatat berada dalam kisaran warna oranye atau 'tidak sehat bagi grup sensitif', dengan rentang skor AQI antara 102 hingga 149. Tentunya, hal ini menjadi keprihatinan bagi warga, khususnya kelompok yang sensitif seperti anak-anak, lansia, serta mereka yang memiliki penyakit tertentu.

Walau demikian, terdapat beberapa wilayah yang masih berada dalam kategori 'moderat'. Ini mencakup wilayah Pasar Minggu dengan skor AQI 97, Cilandak Barat (98), Kebayoran Baru (92), dan Rawa Barat (82). 

Baca Juga : BMKG Ungkap Dampak Fenomena El Nino dan IOD di Indonesia

Namun, perlu diwaspadai bahwa beberapa area lainnya seperti Condet (151), Cipayung (160), Semanan (158), dan Ancol (154) masuk dalam kategori merah atau 'tidak sehat' dengan skor AQI di atas 150.

Data dari platform lain, IQAir, juga mencerminkan hasil serupa dengan AQI rata-rata di Jakarta mencapai 156. Di daerah Jeruk Purut bahkan mencatat skor AQI tertinggi yaitu 173, memperlihatkan betapa buruknya polusi udara Jakarta.

Polutan utama yang menjadi penyebab kualitas udara memburuk adalah partikel PM2.5. Konsentrasinya mencapai angka 64,6 µg/m³, sebuah angka yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO merekomendasikan nilai panduan kualitas udara tahunan untuk PM2.5 sebesar 5 µg/m³, dan konsentrasi di Jakarta saat ini telah melampaui rekomendasi tersebut hingga 12,9 kali lipat.

Kondisi ini membuat Jakarta menduduki posisi kedua sebagai kota paling berpolusi di dunia pada hari tersebut, di bawah Dubai, Uni Emirat Arab yang mencatat skor AQI 173.

Namun, sebuah upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Pada Minggu, 27 Agustus 2023, sebagian wilayah Jabodetabek mengalami hujan buatan dengan intensitas sedang hingga berat.

Hujan ini bukanlah fenomena alam biasa, melainkan hasil dari Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), yang dilakukan sebagai salah satu solusi untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek.

Namun, walaupun hujan berhasil mengguyur Jakarta dan beberapa area Bogor hujan pada Minggu malam, tingkat polusi udara Jakarta pada Senin pagi tetap menunjukkan angka yang mengkhawatirkan dengan indeks kualitas udara mencapai 160 AQI.

Data dari iqair.com juga menyebutkan bahwa konsentrasi PM2.5 saat itu 14.8 kali dari nilai panduan WHO. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa hujan tersebut merupakan hasil dari penerapan TMC.

Teknologi ini akan diteruskan hingga tanggal 2 September 2023. Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menambahkan bahwa TMC juga berpotensi menghasilkan hujan buatan di wilayah Banten dan Jawa Barat.

Dengan segala upaya yang dilakukan, diharapkan kualitas udara di Jakarta dapat kembali membaik dan menjadi layak hirup bagi seluruh warganya. 

Baca Juga : Pemerintah Akan Coba Semprot Air dari Atas Gedung Jakarta untuk Kurangi Polusi Udara