Fahd El Fouz A Rafiq, Bela Negara Dan Ketahanan Budaya
Barisan Pemuda Nusantara (Bapera) akan segera melaksanakan sebuah kegiatan nasional yaitu Jambore Bela Negara di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur.
BaperaNews - Tidak lama lagi Barisan Pemuda Nusantara akan melaksanakan sebuah kegiatan nasional yaitu Jambore Bela Negara di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur.
Hal ini membuktikan kepada publik bahwa BAPERA ada untuk konsisten mencintai bangsa dan negerinya. Fahd El Fouz A Rafiq sebagai Ketua Umum sekaligus pendiri organisasi ini menginginkan agar kita sebagai generasi penerus bangsa wajib memberikan pelatihan bela negara kepada kader kader bangsa untuk mengenal lebih mendalam apa itu Bela Negara, Wawasan Nusantara dan turunannya.
Dikutip dari wikipedia, Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa, dan wilayah NKRI yang meliputi darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Wawasan Nusantara juga bisa diartikan sudut pandang geopolitik Indonesia secara mendasar. Secara harfiah berarti konsep kepulauan, secara kontekstual istilah ini lebih tepat diterjemahkan “visi kepulauan Indonesia”.
Seperti kita ketahui bersama beberapa negara di dunia pernah bubar diantaranya Uni Sovyet, Yugoslavia, Cekoslovakia, Vietnam Selatan, Jeman Timur, Republik Arab Bersatu, Ottoman/Usmaniyah,Sikkim, Tibet dan Austro-Hungaria.
Faktor paling berpengaruh bubarnya beberapa negara tersebut adalah karena lemahnya bela negara, dan wawasan kebangsaan negara negara tersebut serta tidak mengikuti dinamisnya geopolitik internasional.
Mengapa Indonesia yang terdiri dari 700 suku masih berdiri tegak?, Mengapa Sovyet,yugoslavia bisa bubar? Jawaban singkatnya ini adalah the wisdom of our founding Fathers (kebijaksanaan para pendiri banga kami).
Indonesia jauh sebelum merdeka, tepatnya tanggal 28 Oktober 1928 para pendiri bangsa yang masih muda muda kala itu mengedepankan sikap yang bijaksana dan telah bersumpah “bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu, Indonesia.
Mengapa founder fathers kita bijaksana?, kita sadari indonesia punya suku bangsa dan bahasa yang berbeda beda. Namun orang jawa yang jumlahnya 41% dari total penduduk Indonesia, tidak memaksakan agar bahasa jawa menjadi bahasa nasional. Akan tetapi menggunakan bahasa melayu, akar Bahasa Indonesia yang telah dipakai sebagai alat komunikasi perdagangan di antara kerajaan kerajaan sejak abad ke -7.
Jika kita melihat negara negara lain sebut saja India, Filipina dan Srilanka. Bahasa nasional mereka diambil dari bahasa mayoritas seperti hindi dan tagalog. Hal tersebut menjadikan suku suku lain tidak puas. Bila muncul konflik maka bahasa Inggris dipakai sebagai jalan tengah.
Di Sri Lanka, masalah bahasa memicu perang saudara. Khususnya di kalangan penutur bahasa Singhala dan Tamil. Begitu juga dengan negara Belgia, hingga detik ini masalah bahasa belum bisa terpecahkan yakni bahasa Prancis dan Belanda, dipakai sesuai daerahnya. Artinya apa Sumpah Pemuda telah menjadi lem perekat awal mempersatukan Indonesia.
Baca Juga: Motivasi Di Tahun Baru Imlek 2022
Tapi kenapa pemuda indonesia saat ini tidak belajar dari sejarah akan kebijaksanaan Founding Fathers bangsa.
Pekerjaan Rumah bangsa ini memang masih banyak, perang budaya. Contohnya merebaknya film korea, kisah cinta drama turki dan K pop adalah penjajahan budaya, yang jadi pembicaraan anak muda saat ini adalah ngak jauh dari Drakor(Drama Korea), patokan pria tampan generasi millenial dan dibawahnya adalah apabila style rambut seperti artis korea.
Budaya Indonesia dianggap kuno, musik dangdut katanya ketinggalan zaman, sekali lagi ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai generasi penerus anak bangsa.
Efek dari masuknya budaya bangsa lain ke negara kita adalah meningkatnya devisa negara secara tajam mereka. Seperti berkunjungnya para turis Indonesia ke Korea dan Turki, Fahd El Fouz A Rafiq melihat hal ini sebagai masalah serius yang harus dibenahi. Ketahanan Budaya harus diperkuat dari sekarang, jangan menunggu hancur baru diperbaiki.
Kasus lain yang saat ini masih ramai diperbincangkan adalah tendang Sesajen, yang dilakukan di Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur oleh pria berinisial HF. Ini bukan persoalan sepele, pelaku penendang tersebut tidak memahami kearifan lokal budaya setempat, Ini masalahnya menegaskan kekuatan kita justru di budaya yang harus diangkat ke publik Internasional secara konsisten dan masif. Budaya itu menyangkut kebiasaan manusia (Human Behavior) jadi budaya bukanlah benda mati. Ia selalu bergerak menyesuaikan zaman.
Penulis ASW