Armor Toreador Dituntut 6 Tahun Penjara Buntut Kasus KDRT Cut Intan Nabila
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Armor Toreador dengan hukuman 6 tahun penjara atas kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap Cut Intan Nabila.
BaperaNews - Sidang lanjutan kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan Armor Toreador kembali digelar di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (18/12).
Sidang kali ini beragendakan pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pembacaan tuntutan seharusnya dilakukan sehari sebelumnya, namun perubahan jaksa membuat sidang terpaksa ditunda dan dipindahkan ke hari Rabu (18/12).
Armor Toreador hadir dalam persidangan, sementara Cut Intan Nabila dan kuasa hukumnya tidak nampak di persidangan. JPU menuntut Armor Toreador dengan hukuman 6 tahun penjara.
Armor Toreador dianggap bersalah setelah melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya, Cut Intan Nabila. Namun, kuasa hukum Armor Toreador, Irwansyah, mengaku keberatan dengan tuntutan tersebut karena beberapa hal.
"Jadi sidang tadi JPU menuntut Armor selama 6 tahun, tapi dalam pertimbangan-pertimbangan, jujur ya, itu (jaksa) yang membacakan sekarang ini, diganti sama jaksa lain yang enggak pernah sidang," kata Irwansyah, kuasa hukum Armor.
Baca Juga: Sebagai Korban, Cut Intan Hadiri Sidang KDRT Perdana Armor Toreador
Armor Toreador didakwa dengan Pasal 44 ayat 2 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,00.
Kuasa hukum Armor Toreador merasa keberatan dengan tuntutan yang dibacakan oleh JPU. Menurut Irwansyah, jaksa masih menggunakan barang bukti berupa rekaman CCTV dan hasil visum yang tidak sah.
"Yang paling jelas adalah kami keberatan dengan video yang di-share Intan, CCTV dan visum dijadikan barang bukti karena itu menurut kami tidak sah," kata Irwansyah.
Irwansyah bahkan menyebut video CCTV yang digunakan sebagai barang bukti dalam kasus tersebut adalah hasil rekayasa.
Selain itu, hasil visum Cut Intan Nabila juga diragukan keasliannya karena diambil oleh staf rumah sakit biasa, bukan dokter.
"Video itu editan, CCTV itu editan, visum itu dikeluarkan oleh orang yang tidak mempunyai kewenangan hukum. Jadi kami khawatir terjadinya konflik obligasi," ujar Irwansyah.
Baca Juga: Armor Toreador Jalani Sidang Tertutup Atas Kasus KDRT Terhadap Cut Intan