Indonesia Jadi Negara Paling Tinggi di Dunia Terkait Kasus Keracunan Metanol

Indonesia tercatat sebagai negara dengan kasus keracunan metanol tertinggi di dunia. Dengan 329 kasus per tahun, regulasi ketat dan kesadaran masyarakat sangat dibutuhkan

Indonesia Jadi Negara Paling Tinggi di Dunia Terkait Kasus Keracunan Metanol
Indonesia Jadi Negara Paling Tertinggi di Dunia Terkait Kasus Keracunan Metanol. Gambar : Ilustrasi Canva

BaperaNews - Indonesia tercatat sebagai negara dengan kasus keracunan metanol tertinggi di dunia, dengan lebih dari 300 insiden tercatat setiap tahunnya. 

Metanol, yang sering kali ditemukan dalam minuman keras ilegal, telah menelan banyak korban jiwa di Indonesia, meski sering kali kasus ini tidak mendapat sorotan media. 

Keracunan metanol menjadi masalah serius di negara-negara Asia Tenggara, dengan banyak korban yang mayoritas berasal dari kelompok tertentu yang mengonsumsi alkohol sebagai bagian dari tradisi atau kegiatan sosial.

Keracunan metanol sering kali disebabkan oleh minuman alkohol yang disuling dengan cara yang tidak tepat atau dengan bahan yang tidak terstandarisasi, yang menghasilkan alkohol yang terkontaminasi metanol.

Bahkan dalam jumlah kecil, metanol bisa menyebabkan kerusakan parah pada tubuh. Hanya dengan dua sendok teh metanol, seseorang sudah bisa mengalami kebutaan, sementara 30 mililiter dapat berakibat fatal.

Di Indonesia, keracunan metanol banyak terjadi pada minuman keras lokal, yang sering disebut "oplosan". Pengawasan yang lemah terhadap produksi dan distribusi minuman keras ilegal menjadi faktor utama maraknya kasus keracunan ini.

Ady Wirawan, seorang pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Udayana, menjelaskan bahwa tidak semua produksi alkohol di Indonesia memiliki standar yang baik, dan beberapa produk lokal masih mengandung metanol dalam jumlah yang berbahaya.

Di Bali, penelitian tentang keracunan metanol menunjukkan bahwa ada kekurangan regulasi dalam industri minuman keras.

Dalam banyak kasus, warga setempat tidak menyadari bahwa minuman keras yang mereka konsumsi mengandung metanol, bahkan ada yang tidak mengetahui bahaya yang ditimbulkan.

Dr. Adi, seorang dokter yang menangani keracunan metanol, mengatakan bahwa stigma terkait konsumsi alkohol menjadi salah satu hambatan utama dalam penanganan kasus ini. 

Baca Juga : 7 Tahun Beruntun, Indonesia Jadi Negara Paling Dermawan di Dunia Versi WGI

Banyak korban yang enggan mencari pertolongan medis karena rasa malu atau takut akan stigma sosial.

Menurut data dari Médecins Sans Frontières (MSF), Indonesia menduduki peringkat tertinggi dalam jumlah kasus keracunan metanol di dunia, dengan 329 insiden tercatat setiap tahunnya.

Negara-negara lain dengan jumlah kasus tinggi termasuk India, Rusia, dan Pakistan, namun Indonesia tetap menjadi yang terdepan. 

Data ini menunjukkan bahwa keracunan metanol adalah masalah yang lebih besar dari yang terlihat, dengan banyak korban yang tidak mendapat perawatan medis yang tepat.

Metanol berbahaya karena ketika tubuh memecahnya, ia menghasilkan bahan kimia beracun seperti formaldehida dan asam format, yang merusak sel-sel tubuh.

Pengobatan untuk keracunan metanol melibatkan pemberian etanol, yang membantu mencegah penguraian metanol lebih lanjut. 

Namun, tidak semua dokter bersedia memberikan etanol karena alasan keyakinan agama, meskipun Majelis Ulama Indonesia telah memberikan izin untuk penggunaan etanol sebagai pengobatan darurat untuk menyelamatkan nyawa.

Masalah ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Laos dan Kamboja. Baru-baru ini, enam turis, termasuk dua remaja asal Australia, meninggal dunia akibat keracunan metanol yang tercemar dalam minuman alkohol di Laos.

Insiden ini menarik perhatian dunia dan memperingatkan akan bahaya metanol yang masih tersembunyi di banyak produk alkohol yang tidak terstandarisasi.

Keracunan metanol juga terjadi di Kamboja, di mana "wine" beras yang dibuat secara rumahan sering kali mengandung metanol yang mematikan.

Pada tahun 2021, sejumlah kasus fatal telah terjadi, dan pemerintah Kamboja telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini, termasuk menangkap produsen minuman ilegal dan menutup tempat-tempat pembuatan yang tidak terdaftar.

Dr. Knut Erik Hovda, seorang pakar global dari Oslo University Hospital, mengatakan bahwa meskipun metanol keracunan lebih sering terjadi di negara-negara Asia Tenggara, masalah ini masih jauh dari selesai.

Banyak kasus yang tidak terlaporkan, dan sebagian besar korban adalah warga lokal yang tidak mendapatkan perhatian internasional. Ia menekankan perlunya kesadaran yang lebih besar mengenai keracunan metanol di seluruh dunia.

Baca Juga : Produktivitas Pekerja RI Tertinggal Jauh dari Korea Selatan, Ini Penyebabnya