Fahd A Rafiq Bocorkan Jika Negara Ingin Maju

Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq memberikan bocoran tentang sebuah Negara yang ingin maju.

Fahd A Rafiq Bocorkan Jika Negara Ingin Maju
Fahd A Rafiq Bocorkan Jika Negara Ingin Maju. Gambar : Istimewa

BaperaNews - Majunya sebuah bangsa bukan karena bentuk Demokrasi atau Monarki, tetapi karena kebebasan berpikir untuk kemaslahatan manusia yang dibebaskan sebebas bebasnya.

Ketua Umum DPP Bapera, Fahd A Rafiq menegaskan bahwa, jika ingin membentuk sistem bernegara yang cocok pilihlah yang paling mewakili sejarah bangsanya, karena kesejahteraan hanya didapat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ekosistemnya harus dibangun. 

Sintesa antitesa berargumen hal tersebut harus dibangun karena Indonesia saat ini banyak aturan yang membatasi, terlalu membelenggu terutama masalah ekonomi. 

Fahd A Rafiq juga mengatakan, “Negara Indonesia saat ini menjadi negeri yang paling banyak aturan titipan baik dari oligarki dunia maupun lokal. Lalu bermimpi menjadi negara no 5 terbesar di dunia tahun 2030, ya mimpilah! tapi tidak ada yang mustahil kok jika tau rumusnya”.

Fahd A Rafiq menegaskan, “Ketika politik jadi panglima di depan, negara penuh dengan lobi-lobi politik manuver kekuasaan. Saya ulang sekali lagi ketika politik jadi pemimpin maka anggaran 2000 triliun selalu jadi rebutan. Ketika politik selalu di depan maka millenial pun ingin jadi OLIGARKI dan mempengaruhi jabatan. Dan saat politik menjadi panglima pemegang kekuasaan membuat negara terbatas menjadi penekan”.

“Kita belajar dari fakta sejarah, Renaissance adalah zaman pencerahan dimana kekangan gereja dan tekanan Aristokrasi kerajaan dilepas oleh kaum pemikir bebas atau free Thinker seperti Galileo Galilei, Darwin, Newton, Da Vinci dan banyak Ilmuwan terkemuka lain. Islam pernah mencapai masa kejayaan ketika sampai Persia. Aljabar, Ibnu Batutah, Ibnu Arabi, maju dengan pemikiran kaum matematikanya, kesehatan dan pendidikan,” lanjutnya. 

Baca Juga : Fahd A Rafiq : IMF Prediksi 12 Negara Akan Failed State (Warning Untuk Indonesia)

Sebagai informasi, Amerika Serikat bisa maju karena membebaskan pikiran dengan operasi paper clip nya yang mengambil 1100 ilmuwan Jerman sebelum perang dunia ke II berakhir. Dimana sebelumnya Rockefeller, Thomas Alfa Edison, Nicholas Tesla telah berfikir bebas dan dibatasi hanya dengan satu hal yaitu HAKI hak Paten. 

Bahkan sejak tahun 1800 Amerika Serikat menarik imigran Eropa dengan janji Land of Freedom sehingga mulai dibanjiri oleh para Free Thinker yang merasa tertekan di eropa oleh aturan dan pekerjaan. 

China juga menyadari hal itu, dari 120 juta anggota partai komunis China 80% nya adalah S2 (Master Degree). Kita tahu Xi Jin Ping sebelum duduk di kekuasaan tertinggi hingga akhir hayatnya, dimana dia adalah Presiden China seumur hidup (Alias Raja) dan pemimpin Partai tertinggi PKC. Di Tiongkok ada kebebasan Ekonomi, setiap warga China dikenal dengan No Rule.

Tahun 1990 reformasi ekonomi China mewajibkan untuk meniru barang. Namun, dunia marah tetapi China tidak peduli. Dan akhirnya, China memiliki semuanya dari hasil meniru barang. Ketika sudah mahir akan segalanya, China tidak hanya menjadi negara peniru tetapi China sudah menjadi negara yang berinovasi. 

“Mereka bisa besar karena berani melawan dunia, Indonesia perlu pemimpin bermental besar untuk melawan dunia. Kalau Indonesia maju bisa melawan semua aturan dunia dan bisa membuat aturan sendiri. Punya nyali nggak lo buat ngelakuin kayak gini, mental preman dengan gaya nekat harus ada buat negara asing yang mau gencet Indonesia,” tegas Fahd A Rafiq. 

“Kenapa kita tidak miring kebangsa sendiri? Bebaskan kami berimprovisasi! Seperti semua agama yang sudah diajarkan. Semua yang ada di alam ini adalah halal kecuali yang Allah haramkan. Jangan dibalik semua yang ada di Indonesia itu adalah haram kecuali yang pemerintah halalkan. Pejabat lebih hebat dari agama saya, kalian semua pejabat itu beragama kan? Beribadah kan? Jadi bebaskanlah warga masyarakat berkreasi, lindungi warganya dan kita lawan kezaliman dunia,” tutup Fahd A Rafiq.